KISAH DIBAWAH BULAN
10 Nominate Cerpen Terbaik
Jenjang SMP-SMA Dan Sederajat
Festival
Literasi Denpasar 2021
Karya : Ni Putu Whiska Agna Maharani
“Ini, es krimnya.”
Sea menyodorkan secup es krim kepada anak laki laki yang kini tengah melamun menatap kolam. Laki laki itu menoleh sebentar, kemudian mengambil es krimnya dari tangan Sea.
“Terima Kasih,” ucap Devan sopan.
Sea hanya mengangguk, kemudian duduk disamping Devan dengan tenang. Keduanya menikmati es krim, dibawah sinar bulan yang redup. Tidak ada yang memulai percakapan, keduanya sibuk di dalam pikirannya masih – masing.
“Dev, luka kamu udah baikan?” tanya Sea. Dia menatap Devan dengan tatapan cemas.
“Udah gapapa,” jawab Devan singkat.
“Seharusnya kamu lari dong kalau dipukul kayak gitu, orang tua macam apa yang mukul anaknya sampai seperti ini?” Wajah Sea terlihat sangat marah, dia menatap luka luka yang ada dipipi dan tangan Devan dengan emosi yang bercampur aduk.
Devan menghela nafas, kemudian tersenyum lembut kearah Sea. “Lagi pula ini adalah kesalahan aku karena tidak bisa mendapatkan nilai yang bagus.”
“Tapi tetap saja itu keterlaluan, aku tidak ingin memiliki orang tua seperti itu.” Sea menunduk, dia mengusap usap tangannya berusaha mencari kehangatan. Beginilah keadaanya, Devan tiba tiba datang ke panti asuhan Sea dan mengajak Sea untuk jalan jalan di malam hari. Melihat luka Devan dan kesedihan yang ada diwajahnya, membuat Sea tidak bisa menolak permintaan Devan. Dan mereka berdua berakhir di taman sambil memakan es krim.
Devan yang melihat Sea kedinginan memilih untuk melepaskan jaketnya dan memasangkannya ke tubuh kecil Sea. “Anak anak tidak bisa memilih orang tuanya, jika bisa, aku juga tidak ingin memiliki orang tua yang seperti mereka.” Kemudian dia tersenyum kecil.
Sea terdiam membeku, antara terkejut dengan perkataan Devan atau terkejut dengan tindakan devan yang tiba tiba memasangkan jaket kepadanya. “Maafkan aku,” sesal Sea, karena merasa bersalah kepada Devan.
“Tidak apa – apa.”
“Devan, kenapa orang orang dengan teganya membuang anak mereka sendiri?” Sea menyender di sandaran bangku, dia mendongak melihat bulan yang bersinar sendirian. “Seharusnya mereka tidak perlu melakukan itu, jika tidak ingin memiliki anak.”
“Entahlah,” Devan ikut menyender, dia menatap wajah Sea. Melihat bagaimana gadis itu bersinar seperti bulan dimalam yang dingin, bagaimana dia bertahan di kegelapan dan kesendirian, membuat Devan tau jika Sea adalah gadis yang kuat.
“Kamu gadis yang luar biasa Sea,” ucap Devan tiba tiba.
Sea terdiam, pipinya tiba tiba memerah. “Devan juga laki laki yang luar biasa, “ ucap Sea malu malu.
“Sea, suatu saat nanti kamu ingin menjadi seorang yang seperti apa?”
“Aku ingin menjadi orang yang bisa memecahkan masalah orang orang dan melindungi mereka. Devan sendiri ingin menjadi apa?” tanya Sea, dia menatap Devan dengan pandangan yang ingin tau.
“Seseorang yang bisa menyelamatkan orang lain, contohnya Dokter.”
Keduanya tertawa. Bulan menjadi saksi dari dua anak remaja yang membagikan kisah mereka. Devan yang lahir dari keluarga berada, dan memiliki orang tua yang ingin kesempurnaan dan Sea yang tumbuh besar di panti asuhan dan selalu berusaha untuk mencapai apa yang dia inginkan.
“Devan, ternyata kamu disini?” bentak seorang pria paruh baya, yang kemudian menarik tangan Devan dengan kasar. Sea terkejut dengan perlakuan pria itu, dia terbangun dari duduknya.
“Ayah, kenapa ayah bisa ada disini?” tanya Devan dengan nada yang bergetar.
Laki laki paruh baya itu, menatap Sea dengan pandangan penuh kecurigaan. Sea hanya diam, dia juga tidak berani menatap mata pria tersebut.
“Seharusnya kamu belajar dirumah, bukannya kamu sudah tau? Jika kamu satu satunya orang yang bisa membawa perusahaan keluarga kita ke jalan kesuksean.” bentak orang itu.
“Aku tau, aku sudah belajar. Biarkan aku beristirahat sekali saja.” Devan memberontak, sehingga gengaman ayahnya terlepas.
“Apa apaan, berani sekali kamu melawan perintah ayah.”
Plakk
Devan memegangi pipinya yang terasa panas. Dia menatap ayahnya dengan air mata yang mulai menetes. “Apa ayah tidak tau? Aku merasa lelah karena terus diperlakukan seperti boneka, hidupku ini hanya berputar – putar seperti itu saja.Aku juga tau betapa pentingnya belajar, untuk masa depan,” teriak Devan emosi.
“Siapa yang membuatmu berani melawan orang tua, apakah gadis ini?” Ayah Devan menatap Sea tajam.
Sea berusaha menenangkan dirinya, “Maaf sebelumnya paman,aku sudah tau jika paman sering memukul Devan saat dia mendapatkan nilai yang kurang bagus dan sering memarahi dia jika tertidur saat belajar. Apakah paman tidak merasa, jika itu sudah keterlaluan?” Sea menarik nafas panjang. “Tolong biarkan dia hidup dengan caranya,” ucap Sea lirih.
“Diam, anak yang tidak tau sopan santun sepertimu tidak perlu banyak bicara.”
Ayah Devan menarik Devan dengan paksa. Devan terpaksa mengikuti ayahnya. Dia menatap Sea yang terdiam di tempat yang sama,, “Maaf Sea, aku tidak bisa mengantarmu pulang,” teriak Devan. Sea hanya tersenyum sebagai balasan.
Sea menghela nafas, kemudian memilih untuk duduk sebentar lagi disana. Dirinya masih sibuk merenung. Belajar dengan giat memang bagus dan dia sendiri sadar betapa pentingnya belajar, hanya saja belajar terus terusan dan dengan paksaan tidak akan memberikan dampak yang baik. Dia merasa belajar dengan kesadaran serta keinginan sendiri dan waktu yang sewajarnya akan memberikan dampak yang lebih baik. Setidaknya itu yang dipikirkan Sea.
Krieett brakkk pranggggg
Sea menoleh, posisi tempatnya tadi memang tidak jauh dari jalan raya. Detik itu juga dia berlari ke arah datangnya suara, tiba tiba dia merasa cemas.
Sampai disana, kakinya melemas karena sebuah truk besar yang menabrak sebuah toko. Banyak orang yang berkerumun disana. Sea mendekat,tetapi tiba tiba seorang laki laki dengan wajah yang panik menghampirinya.
“Tolong panggilkan ambulan, seorang ayah dan anak laki laki yang berumur sekitar 16 tahun tertabrak truk yang tiba tiba hilang kendali.”
Jantung Sea, tiba – tiba berdebar dengan sangat kencang. Dengan tangan yang bergetar dia segera menghubungi ambulan. Mudah mudahan tebakkanya tidak benar, dia tidak ingin kehilangan temannya itu.
Beberapa menit kemudian, ada polisi dan petugas yang membawa ambulan datang. Mereka segera mengamankan tkp dan mengevakuasi korban. Sea juga disuruh kembali ke rumah, karena sudah larut malam.
Sedari tadi Sea berusaha menghubungi Devan, tetapi tidak ada balasan dari Devan. Sea masih tetap berdoa, agar tidak terjadi sesuatu pada laki laki tersebut.
Sekali lagi Bulan menyaksikan kisah mereka. Dimana mungkin, hari ini adalah terakhir kalinya mereka bisa berbagi kisah dibawah bulan, atau mungkin suatu awal baru untuk kisah mereka.
Keesokan harinya. Kelasnya menjadi sangat ribut. Sea yang baru datang, bertanya – tanya didalam hati.
“Sea kamu sudah dengar tidak ? anak kelas sebelah yang sering bareng kamu katanya terkena kecelakaan kemarin malam.”
Tiba – tiba jantung Sea terasa terhenti. Sial, apa yang harus dia lakukan? Hal yang tidak dia inginkan tiba – tiba saja terjadi. Dia segera berlari keluar , tujuan utamanya adalah ke rumah sakit yang kemarin mengirim ambulan.
Sampai dirumah sakit, dia bertanya kepada perawat.
“Permisi buk, saya ingin bertanya pasien yang bernama Devandra Celesta, sekarang ada diruangan mana ya?”
“Maaf dik, pasien atas nama itu sekarang sudah di bawa kerumah sakit lain.”
Sea berusaha terlihat tenang, walaupun perasaanya campur aduk. “ Boleh saya tau, dipindahkan ke rumah sakit mana?”
“Maaf karena ini bersifat privasi dan keluarganya ingin informasinya dirahasiakan, maka kami tidak bisa memberitahunya.”
Sea terdiam pasrah, dia hampir lupa jika Devan dari keluarga berada, pasti dia akan baik baik saja kan? Sea dengan lesu pergi dari rumah sakit. Dan berjalan menuju taman, tempat biasa dia bertemu dengan Devan. Saat ini Sea hanya bisa berharap, Devan baik baik saja walaupun dia tidak bisa bertemu denganya lagi.
8 Tahun Kemudian.
Sea baru saja selesai melakukan penyelidikan terhadap pembunuhan sekeluarga yang terjadi baru – baru ini. Sekarang dia dan rekan setimya sedang berada di sebuah café untuk meminum kopi. Sea saat ini dikenal sebagai, salah satu detektif muda yang berbakat, karena sudah berhasil memecahkan banyak kasus yang sulit.
“Meja nomor 23, pesanannya bisa diambil,” ucap salah satu pelayan. Sea berdiri bermaksud untuk mengambil pesanan mereka. Tapi salah satu rekannya, mencegatnya.
“Ketua tim, biarkan aku yang mengambilnya,” ucap salah satu rekan timnya.
“Tidak apa apa, aku akan mengambilnya sekalian aku ingin memesan cake.”
“Okey,” jawab Keyra yang merupakan rekan Sea.
Sea mengambil pesanannya dan mulai melihat lihat cake. Wajahnya berbinar binar begitu melihat cake, yang menggugah selera dan terlihat enak.
“Apa kamu menyukai cake sekarang?”
Sea menautkan alisnya, kemudian menoleh ke orang yang berbicara kepadanya. Sea terlihat kebingungan, karena dia tidak mengenal siapa orang yang sedang berbicara dengannya.
“Siapa?” tanya Sea curiga.
“Hai detektif Sea Crhryssan, perkenalkan aku Devandra Celesta. Lama tidak bertemu.” Pria itu tersenyum lebar. Lihat laki laki itu terlihat mengesankan dengan setelan putih dokter.
Mata Sea melebar, “Devan? Senang bertemu denganmu.” Perasaan Sea campur aduk, dia tidak tau harus membuat ekspresi seperti apa, hingga dia hanya diam mematung menatap Devan.
“Ada apa denganmu?” Devan terkekeh, kemudian membuka tangannya. “Ayo kesini, tidakkah kamu merindukanmu?”
Sea langsung memeluk Devan. Gadis itu langsung menangis dipelukan laki laki tersebut. “Syukurlah,” ucapnya dibarengi isak tangis.
“Kita bertemu lagi bulanku.”
TAMAT